
Heboh Pemaksaan Pakai Jilbab di Sekolah, Forum Lintas Agama Soroti Pemahaman Guru Soal Toleransi
Bantul,(bantul.sorot.co)--Baru-baru ini, sebuah SMA Negeri di Kabupaten Bantul menjadi sorotan banyak pihak usai viralnya seorang siswi yang dipaksa menggunakan jilbab oleh oknum guru di sekolah.
Banyak kabar yang beredar bahwa pemaksaan ini dilakukan oleh guru Bimbingan Konseling (BK) di sekolah tersebut pada saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Bahkan, siswi tersebut sampai mengalami depresiasi hingga tak mau sekolah akibat pemaksaan ini.
Perdebatan tentang pemaksaan penggunaan jilbab di sekolah negeri bukan menjadi suatu hal yang baru. Bahkan sebelumnya kasus serupa juga terjadi di Yogyakarta, Banyuwangi dan Jakarta, dan di beberapa wilayah di Indonesia.
Kebanyakan, pihak sekolah berakhir memberikan klarifikasi dan permintaan maaf atau mencabut aturan terkait keharusan menggunakan jilbab. Hal inipun menuai banyak komentar baik dari kalangan pemerintah, organisasi sosial dan para pakar.
Salah satunya yang turut menyesali atas terjadinya pengulangan fenomena tersebut diungkapkan oleh ketua Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) Bantul, Yasmuri.
Menurut Yasmuri, fenomena tersebut menunjukkan bahwa seorang pendidik tidak memahami dan memiliki rasa toleransi. Ia mengatakan, bahkan seorang guru sekalipun tidak memahami nilai-nilai kemanusiaan.
Ini menunjukkan bahwa kurangnya pemahaman (toleransi) termasuk dengan guru. Kita tahu bahwa guru ternyata perlu diberikan kesadaran tentang toleransi ini,” ujarnya, Rabu (03/08/2022).
Dalam hal ini, FKUB akan turut hadir untuk memberikan pemahaman kepada para guru di sekolah agar peristiwa yang sama tidak terulang kembali. Pihaknya akan mengajak guru dan sekolah yang bersangkutan untuk berdialog khusus. 
Dalam waktu dekat ini, kita akan panggil pihak-pihak yang terlibat untuk kita ajak diskusi. Menurut kami memberikan pemahaman soal keberagaman ini sangat penting dilakukan,” imbuhnya.
Menurutnya, institusi pendidikan harus memberikan hak kepada setiap siswanya dan tidak boleh memaksakan soal atribut tersebut.
Kita harus memberikan kebebasan terhadap masyarakat yang berbeda dengan kita, tetapi tetap dalam koridor kenegaraan,” tutupnya.